Selasa, 14 Desember 2010

PR Online & Strategi Marketing Online

Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, Public Relations (PR) Online telah menjadi bagian dari strategi PR. Dimana dalam prakteknya, PR juga mempunyai metode sendiri dalam membuat mengaktualisasikan metode PR online itu sendiri. PR online dan strategi marketing diantaranya adalah Press Release, Expert Articles, Email Newsletter, Blog, web seminars, dan Podcasts.

Dalam prakteknya, PR online juga tetap pada tugas yang sama dalam penulisan berita, yaitu Press Release. Namun, perbedaannya, dalam dunia online, PR lebih dimudahkan untuk mempublikasikan press release itu sendiri. Dalam PR online, disebutnya Internet newswire, seperti PR Newswire dan Business NewsWire.Pendistribusiannya juga dapat langsung di tentukan sesuai dengan kebutuhan baik itu lokal, regional, nasional, maupun internasional. Newswire ini juga mempunyai range harga yang berbeda-beda. Biasanya berkisar antara $80 sampai lebih dari $600, tergantung dari fungsi yang di tawarkan.

Pada umumnya press release suatu perusahaan akan di cari oleh publik sesuai dengan brand atau nama perusahaanya. Padahal, release dapat di temukan dengan hanya mencari pada search engine istilah dari insdutrinya, maka dari itu PR harus dapat mengoptimalkan strategi marketingnya itu sendiri.

Expert articles juga termasuk Stragegi Comperhensive online marketing. Dimana di dalamnya terdapat bylined articles, studi kasus, dan white papers. Biasanya strategi ini terdapat di dalam website dari perusahaan yang bersangkutan. Namun perusahaan juga dapat mempromosikan perushaan ini dalam third party sites.

Third party sites adalah suatu website yang memberikan layanan untuk memudahkan publik menemukan artikel perusahaan. Beberapa layanan web third-party dapat membantu mengurus dan mengcustom feed. Menggunakan layanan feed dapat menjadi cara mudah meghitung jumlah pembaca setia yg membaca feed kita.

White papers yang mendiskusikan suatu topic secara objektif (tanpa pengenalan perusaan dan branding) adalah yang paling mudah untukdi publikasikan. Kebanyakan dari web third party, mengenakan biaya pada saat iklan kita ditampilkan. Kita dapat melihat contoh white papers di http://www.infoworld.com/.

PR online memperoleh keuntungan dari dengan memasukan greater measurability dan synergy dengan mengoptimalkan search engine.

Greater Measurability adalah ketika artikel kita di publish, dan ada pengunjung yang datang ke website kita, maka kita dapat memonitor dan bisa melihat darimana pengunjung itu datang. Biasanya pengunjung yang datang ke website perusahaan lebih banyak melakukan kegiatan seperti melihat artikel dan mengisi form (sign up untuk email newsletter).

Jika ingin mengefektifkan search engine, maka sangat baik untuk praktisi PR mencantumkan link perusahaan di akhir artikel. Ini adalah cara yang tepat untuk menoptimalisasikan lebig sering keluarnya nama perusahaan kita di pada search engine. Hal ini berhubungan dengan rating website perusahaan kita.

Email newsletter adalah strategi PR Online yang paling populer digunakan oleh kalangan PR karena hanya dengan mengisi formulir subscribe pada website, maka pengunjung dapat memperoleh email dari perushaan, dan tentu saja PR juga harus senatiasa mengupdate newsletter tersebut sehingga pengunujung dapat tetap mengupdate berita tentang perusahaan. Email Newsletters sama halnya dengan newsletters cetak. Newsletter ini dibuat dengan HTML dan menggunakan warna, dan bisa memasukan berbagai informasi di dalamnya seperti iklan, promosi, news alerts, dan survey. Tentu saja newsletter juga lebih menghemat pengeluaran publikasi perusahaan.

Untuk menciptakan email newsletter, PR harus mempunyai keterampilan HTML, coding, dan desain grafis. Namun, sekarang sudah terdapat perusahaan yang bernama “email service provider” atau ESPs. Mereka dapat membantu untuk hal-hal pemrograman seperti ini. Biayanya pun bervariasi. Biasanya range-nya kurang dari $100 sampai lebih dari ratusan dolar perbulannya. ESP juga dapat melihat siapa saja yang membuka email dari perusahaan ini, sehingga bisa mendapatkan survey tentang respon publik.

Blogs dinamakan juga ”Web blogs” yang dapat dipunyai oleh suatu executive perusahaan atau pimpinan dalam bentuk informal. Gaya bahasanya pun bisa berupa opini penulis tentang suatu event yang di adakan oleh suatu perusahaan.

Keuntungan dari web blog ini adalah pembaca akan merasa lebih enjoy membaca berita dengan gaya bahasa ”friendly”. Sehingga web blog sangat ampuh untuk menciptakan image, baik bagi kredibilitas penulis maupun reputasi perusahaan. Feedback yang didapat pun biasanya langsung bisa terlihat dalam comment, walaupun tetap feedback nya bersifat asynchronus (komunikasi melalui media internet dengan pengirim dan penyampai pesan dalam berinteraksi tidak berada pada kedudukan tempat dan waktu yang sama, namun pesan tetap sampai pada tujuan/sasaran (penerima).

Webminars atau ”web seminars” adalah perkembangan baru bagi Teknlogi PR online. Dimana sudah berkembang di Amerika yaitu seminar melalui videorecord (youtube), audiorecord (i-tunes), maupun persentasi powerpoint (slideshare).

Podcasts juga termasuk teknologi yang baru. Podcasts adalah audio recording yang dapat kita download pada iPods, MP3 Players, dll. Sekarang masih belum banyak yang menggunakannya, namun suatu saat ini bisa menjadi perkembangan PR marketing oline yang sangat mutakhir.

Strategi marketing PR online menjadi hal yang sangat penting untuk dikuasai. Hal ini berhubungan dengan banyaknya perusahaan yang sudah menggunakan internet sebagai media untuk promosi.

Pentingnya mengetahui strategi marketing PR online adalah bagaimana cara website perusahaan kita tetap berada di posisi halaman 1, 2, 3 pada Google. Tentu saja, pemahaman ini juga tidak lepas dari teori perencanaan PR.

Intinya, sebagai praktisi PR, kita harus dapat mengoptimalkan media internet sebagai media baru PR.

Perkembangan Public Relations (humas) di Indonesia

a. Perkembangan Public Relation Pada Masa Kerajaan
Pada dasarnya praktik public relation sudah ada di Indonesia sebelum kedatangan Belanda. Hal ini terbukti bahwa, pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia yaitu pada masa kerajaan Mataram dimana adanya usaha penembahan Senopati untuk menyebarkan ”gosip” bahwa keturunannya akan menjadi pasangan dan lindungan Nyai Roro Kidul. Menurut salah satu versi sejarah, usaha itu dimaksudkan untuk menyaingi pengaruh pada adipati di pesisir utara Jawa yang kekuasaannya drestui oleh para Sunan atau Wali yang sangat disegani.
b. Perkembangan Public Relation Pada Masa Kemerdekaan
Ketika merumuskan konstitusi, ada banyak jurnalis atau wartawan yang menunggu kelanjutan peritiwa setelah proklamasi kemerdekaan sehari sebelumnya. Akhirnya pertemuan itu ditunda untuk memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia dan diumumkan kepada para jurnalis yang ada. Itu, fase media relations yang penting.
Ketika perang kemerdekaan, adalah Soedarpo Sastorsatomo yang mengelola media relations sebagai Menteri Penerangan. Ia mengelola media relations di dalam negeri hingga mendukung diplomasi di PBB, termasuk untuk mengemas citra Indonesia di luar negeri. RRI juga disebut sebagai bagian dari aktivitas public relation ketika mengeluarkan program siaran luar negeri, yang kini pemancarnya ada di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Ada pula upaya untuk membantu India dalam mengatasi kelaparan dalam Program Rice for India, sekalipun Indonesia belum memiliki surplus beras.
c. Perkembangan Public Relation Pada Masa Orde Baru
Setelah perang kemerdekaan, mulai berdatangan beberapa perusahaan minyak diantaranya Shell, Stanvac, Caltex. Sebagai perusahaan multinasional, mereka memiliki organ bernama public relation. Dimana S. Maimoen, R Imam Sajono dan Soedarso yang di tahun 1950-an mulai dikenal sebagai PR Officer yang berlatar belakang dari kalangan jurnalistik. Tahun 1954, Garuda Indonesian Airways mulai mengembangkan unit public relation. Di tahun 1955, Mabes Polri menjadi institusi pemerintah pertama yang memiliki unit public relation. Kemudian diikuti oleh RRI. Sekalipun demikian, beberapa angkatan bersenjata juga memiliki unit informasi yang dibawa kontrol presiden waktu itu. Di tahun 60-an, istilah ”purel” sebagai akronim public relations makin populer digunakan ketimbang term kehumasan.
Konsultan public relation “Pertama” Adalah PT Inscore Zecha yang dipimpin M. Alwi Dahlan tercatat sebagai konsultan public relation pertama yang berdiri di Indonesia tahun 1972. Kebanyakan mereka mengelola kepentingan publisitas dalam bentuk iklan. Sejak tahun 1970, sekitar 20 tahun national Development Information Office mendukung pengelolalaan public relation pemerintah RI untuk dunia internasional.
Universitas Padjajaran menjadi universitas pertama yang membuka Fakultas Public Relations di tahun 1964 dengan ibu Oemi Abdulrachman yang menjadi dekannya. Setelah itu, banyak berkembang pendidikan public relation dalam bentuk program studi hingga pendidikan di tingkat diploma. Tanggal 15 Desember 1972 merupakan momen deklarasi asosiasi public relation Indonesia yaitu Perhumas yang dihadiri oleh beberapa PRO perusahaan minyak dan konsultan serta akademisi term Asosiasi PR.
Di tahun 1974 posisi unit public relation dalam organisasi pemerintah sudah mulai dipegang pejabat eselon III. Beberapa tahun kemudian meningkat menjadi eselon II. Karena itulah di tahun 1974 ada Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) yang diketuai Direktur Humas Pembangunan Menteri Penerangan.
Dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 26 Oktober 1977, Perhumas bersama asosiasi humas di negara-negara ASEAN bergabung dalam Federasi Organisasi public relation ASEAN dan menggelar Kongres PR Asean pertama di tahun 1978 di Manila. Pada tanggal 10 April 1987, Asosiasi Perusahaan public relation Indonesia dibentuk suatu wadah profesi Humas yg disebut APPRI ( Assosiasi Perusahaan Public relation Independen ) yang mempunyai tujuan :
1. Mewujudkan fungsi PR yang jujur,Bertanggung jawab sesuai dengan kode etik
2. Memberi Informasi terhadap Klien bahwa APPRI memberi Nasehat dalam PR
3. Mengembangkan kepercayaan umum atas public relation
Dan kemudian tanggal 11 November 2003, tercatat sebagai kelahiran PR Society Indonesia.
Public Relations (PR) secara konsepsional dalam pengertian “State of Being “ di Indonesia baru dikenal pada tahun 1950-an, Setelah kedaulatan Indonesia diakui oleh Kerajaan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Dimana pada saat itu, Indonesia baru memindahkan pusat ibu kota dari Yogyakarta ke Jakarta. Tentu saja, proses pembenahan struktural serta fungsional dari tiap elemen-elemen kenegaraan baik itu legislatif, eksekutif, maupun yudikatif  marak dilakaukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah menganggap penting akan adanya badan atau lembaga yang menjadi pedoman dalam mengetahui“ Who we are, and what should we do,first? “. Oleh sebab itu, dibentuklah Departemen Penerangan. Namun, pada kenyataannya, departemen tersebut hanya berdedikasi pada kegiatan politik dan kebijaksanaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Dengan kata lain, tidak menyeluruh.
Dengan alasan demikian, pada tahun 1962 , dari Presidium Kabinet PM Juanda, menginstruksikan  agar setiap instansi pemerintah harus membentuk bagian atau divisi Humas (PR), ditahun itulah, periode pertama cikal bakal adanya Humas di Indonesia.
Namun, tidak berhenti disitu saja, PR berkembang sesuai dengan keadaan yang terjadi. Dimulai dengan pengambilan kata “Humas” yang merupakan terjemahan dari Public Relations. Maka tak heran, kita sering menemui penggunaan sebutan “ Direktorat Hubungan Masyarakat” atau “Biro Hubungan Masyarakat” bahkan “ Bagian Hubungan Masyarakat “ sesuai dengan ruang lingkup yang dijangkau.
Jika dikaitkan dengan state of being, dan sesuai dengan method of communication, maka istilah Humas dapat dipertanggung jawabkan. Tetapi, jika kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Hubungan Masyarakat itu, hanya  mengadakan hubungan dengan khalayak di luar organisasi, misalnya menyebarkan press release ke massa media, mengundang wartawan untuk jumpa pers atau wisata pers, maka istilah hubungan masyarakat tersebut tidaklah tepat apabila dimaksudkan sebagai terjemahan dari public relations.
Itulah yang dialami oleh Indonesia, yang ternyata lupa akan aspek secara hakiki dari PR itu sendiri. Seperti, Pertama, Sasaran PR adalah public intern (internal publik ) dan  public ekstern (Eksternal Publik). Internal Publik adalah orang-orang yang berbeda atau tercakup organisasi, seluruh pegawai mulai dari staff hingga jendral manager. Eksternal Publik ialah orang-orang yang berada di luar organisasi yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya.  Seperti Kantor Penyiaran, PR harus menjalin hubungan dengan pemerintah, asosiasi penyiaran Indonesia, sebagai organisasi yang berhubungan, selain itu dengan berbagai macam perusahaan, biro iklan, LSM, dan masyarakat luas, sebagai calon pembuatan relasi kerja sama.
Kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah( reciprocal two ways traffic communications ). Artinya, dalam penyampaian informasi PR diharapkan untuk menghasilkan umpan balik, sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan agar lebih baik.
Ternyata, orientasi PR Indonesia belum seutuhnya dapat dikatakan sebagai “ PR Sejati “. Sebab berbeda dengan konsep yang diterapkan oleh bapak PR, Ivy L.Lee, yakni mempunyai kedudukan dalam posisi pemimpin dan diberi kebebasan untuk berprakarsa dalam meyiapkan informasi secara bebas serta terbuka.
Maka tidak heran, di periode pertama tersebut, PR di Indonesia secara struktural belum banyak yang ditempatkan dalam top management. Ironis memang, dalam kenyataannya pemimpin perusahaan sering meminta kepala humas untuk mendampingi ketika menghadapi publik eksternal. Selain itu kegiatan masih banyak bersifat penerangan satu arah ke publik eksternal semata-mata.
Namun, perkembangan PR di Indonesia semakin maju, sehingga kini dapat dikatakan sebagai “PR Sejati”. Hal ini, dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga membawa perubahan zaman.
Terbukti di periode kedua, pada tahun 1967-1971, terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dan pembangunan, khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan.
Di periode ketiga tahun 1972 dan 1987, munculnya PR kalangan profesional pada lembaga swasta umum, yakni didirikannya Perhumas ( Public Relations Associations of Indonesia ) pada tanggal 15 Desember 1972. Konvensi Humas di Bandung tahun 1993, telah menetapkan Kode Etik Kehumasan Indonesia ( KEKI ). Perhumas tercatat sebagai anggota International Public Relations Associations (IPRA) dan Forum Asean Public Relations Organizations ( FAPRO ).
Pada tanggal 10 April 1987 di Jakarta dibentuk suatu wadah profesi PR lainnya yang disebut Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia ( APPRI ), yang bergerak dalam konsultan jasa kehumasan.
Di periode keempat, tahun 1995 hingga sekarang, perkembangan PR sangat pesat. Ternyata perkembangan PR tumbuh dikalangan swasta bidang professional khusus (spesialisasi) Humas bidang idustri pelayanan jasa. Ditandai terbentuknya Himpunan Humas Hotel Berbintang (H-3) pada tanggal 27 November 1995. Berdirinya Forum Humas Perbankan (Forkamas) pada tanggal 13 September 1996.
Sehingga kini, dapat sinkron dengan rumusan Fungsi PR dari Departemen Penerangan R.I, yaitu :
-          Melaksanakan Hubungan ke dalam, yaitu pemberian pengertian tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “Internal Public” yaitu para karyawan.
-          Melakukan hubungan ke luar, yaitu pemberian informasi tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “External Public” yaitu masyarakat pada umumnya.
-          Melakukan pembinaan serta bimbingan untuk mengembangkan Kehumasan sebagai medium penerangan.
-          Meyelenggarakan Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi serta kerjasama kegiatan Hubungan Masyarakat untuk penyempurnaan pelayanan penerangan terhadap umum.

Asal Mula Istilah Public Relations, sejarah, dan perkembangan humas di dunia

Pengertian :
  1. Hubungan dengan masyarakat luas baik melalui publisitas khususnya fungsi-fungsi organisasi dan sebagainya terkait dengan usaha menciptakan opini publik dan citra yang menyenangkan untuk dirinya sendiri (Webster’s New World Dictionary)
  2. Fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanan dan prosedur seorang individu atau organisasi berdasarkan kepentingan publik dan menjalankan suatu program untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan publik (Public Relations News)
  3. Filsafat sosial dan manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksaannya yang melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha memperoleh saling pengertian dan itikad baik (Moore, 2004: 6).
Public Relations yang diterjemahkan menjadi hubungan masyarakat (humas)  mempunyai dua  pengertian.  Pertama,  humas dalam artian sebagai  teknik komunikasi  atau  technique   of communication dan kedua,  humas sebagai  metode komunikasi atau  method of communication (Abdurrahman, 1993: 10).  Konsep Public Relations sebenarnya berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut akan muncul perubahan yang berdampak (lihat Jefkins, 2004: 2).
Public Relations menyangkut suatu bentuk komunikasi yang berlaku untuk semua organisasi (non profit – komersial, publik- privat, pemerintah – swasta). Artinya Public Relations jauh lebih luas ketimbang pemasaran dan periklanan atau propaganda, dan telah lebih awal.
Dewasa ini, Public Relations harus berhadapan dengan fakta yang sebenarnya, terlepas dari apakah fakta itu buruk, baik, atau tanpa pengaruh yang jelas. Karena itu, staf Public Relations dituntut mampu menjadikan orang-orang lain memahami suatu pesan, demi menjaga reputasi atau citra lembaga yang diwakilinya.

Bagaimana Strategi Online Public Relations di Era Web 2.0?

Di dunia maya, konsumen bisa mengekspresikan kehendak mereka tanpa tergantung pada media mainstream. Mereka dapat membentuk komunitas online mereka sendiri, baik berbasis hobi maupun sebuah brand. Mereka juga saling berbagi informasi melalui blog, forum dan media online, sekaligus menjalin network melalui social media seperti Facebook dan Friendster. Bebasnya penyampaian pesan dalam dunia maya antara konsumen, publik, dan perusahaan/brand, membuat posisi konsumen setara dengan produsen dan media.

Apaboleh buat, kehadiran internet telah mengubah lanskap dunia Public Relation.

Jika sebelumnya para humas lebih banyak bersentuhan dengan media (melalui strategi Media Relations), dengan pemerintah (melalui Goverment Relations) dan sedikit bersentuhan dengan konsumen melalui MarketingPR, maka kini mereka harus bersentuhan langsung dengan publik dan konsumen di dunia maya.

Itu sebabnya, saat ini ada beberapa pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh para praktisi humas.